Disusun untuk menempuh Tugas Akhir Mata Kuliah
Oleh
Lala Nilawanti
2111416051
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2018
BAB `1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Indonesia
sebagai negara berwilayah luas dan
berpenduduk besar tentu
memiliki banyak bahasa didalamnya. Bahasa-bahasa tersebut adalah bahasa daerah.
Bahasa daerah yang ada di Indonesia tersebut memiliki variasi dialek sekalipun
masih satu rumpun bahasa daerah, bahasa Jawa misalnya. Bahasa Jawa merupakan
salah satu dari empat ratus bahasa daerah dan dialek yang terdapat di
Indonesia. Sebagai salah satu bahasa daerah, bahasa Jawa
memiliki jumlah penutur yang cukup besar di antara penutur-penutur bahasa
daerah yang lain, yakni lebih dari 60 juta orang. Selain itu, daerah pemakai
bahasa Jawa juga cukup luas, yaitu meliputi daerah-daerah provinsi Jawa Tengah, Daerah
Istimewa Yogyakarta, dan provinsi Jawa Timur kecuali Madura. Bahasa Jawa juga
dipakai daerah-daerah lain, seperti Banten sebelah utara, Lampung dekat Medan,
dan daerah-daerah transmigrasi di beberapa pulau di Indonesia seperti Sumatra
Selatan, Jambi,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Tenggara (Soepomo,
dalam Soedjito, dkk 1986: 1-2).
Bahasa Jawa sendiri memiliki variasi
dialek yang berbeda-beda disetiap daerah. Bahasa Jawa mempunyai empat
buah dialek, dan tiga belas subdialek. Dialek-dialek itu ialah dialek Banyumas,
Pesisir, Surakarta, dan Jawa Timur. Subdialek-subdialek itu ialah Purwokerto,
Kebumen, Pemalang, Banten Utara, Tegal, Pekalongan, Semarang, Rembang,
Surakarta, Yogyakarta, Madiun, Surabaya, dan Banyuwangi (Unlenbeck, dalam
Baribin, dkk. 1987:2). Masing-masing dialek tersebut tentu memiliki ciri-ciri
tersendiri. Menurut Guiraud (dalam Zualaeha, 2010:31) ada lima macam ciri
pembeda dialek, yaitu perbedaan fonetis, perbedaan semantik, perbedaan onomasiologis, dan perbedaan morfologis.
Secara administratif Desa Tunggoro masuk sebagai bagian dari wilayah
kabupaten Banjarnegara yang termsuk dalam kekrasidenan Banyumas. Menurut Herusatoto (2008:6) wong Banyumas atau lebih tepatnya disebut sebagai komunitas Jawa
Banyumasan, dikenal berbeda dari wong
Jawa
lainnya, seperti wong Sala, wong Yogya, wong Semarang, atau wong Surabaya. Komunitas Banyumasan saat
ini mendiami wilayah bagian Barat Daya Jawa Tengah. Secara Historis, etnologis,
sosiologis, kultural, dan formal disebut wilayah Barlingmascakep, yang meliputi daerah Kabupaten Banjarnegara,
Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumen. Perbedaan utama dari komunitas
Jawa lainnya adalah dalam logat atau dialek berbahasa Jawanya, yang oleh
komunitas Jawa lainnya disebut bahasa Jawa Ngapak. Disebut Ngapak karena
pengucapan vokal a dan o, konsonan b, d, k, g, h, y, k, l, dan w, sangat mantap
(luged), tegas,
lugas, tidak mengambangkan (ampang)
atau
setengah-setengah, seperti yang diajarkan di sekolah formal yang disebut
sebagai bahasa Jawa Baku.
Subdialek dari dialek Banyumas adalah subdialek
Purwokerto dan Kebumen. Kabupaten Banjarnegara merupakan subdialek Purwokerto
karena bahasa yang digunakan alam sub-subdialek Banjarnegara mirip dengan
bahasa yang digunakan dalam sub dialek Purwokerto. Namun bagi masyarakat
banjarnegara bagian Timur, cara bicaranya mereka tercampur dengan dialek
Wonosobo.
Wonosobo merupakan daerah yang berdiri dibawah
kesultanan Yogyakarta. Oleh karena itulah dialek yang digunakan pun
serupa dengan subdialek Yogyakarta. Namun, untuk daerah Wonosobo bagian Barat
dialeknya pun mirip dengan dialek Banjarnegara. Di
Kabupaten Wonoboso terdapat Desa Sawangan yang merupakan salah satu daerah yang
berdasarkan geografisnya berbatasan langsung dengan Desa Tunggoro Kabupaten
Banjarnegara. Kedua wilayah yang perbatasan itu hanya berbatasan dengan tugu
perbatasan daerah dan pemukiman warga. Hal tersebut memungkinkan masyarakat kedua
kabupaten yang berbatasan itu untuk saling bergaul dan berkomunikasi.
Dialek
bahasa Jawa yang ada di Desa Tunggoro cenderung berbeda dengan bahasa Jawa yang
ada di Kabupaten Banjarnegara. Padahal secara administratif Desa Tunggoro
temasuk dalam kabupaten Banjarnegara. Secara geografis Desa Tunggoro dibatasi
dengan Kebun warga antar Desa Tunggoro dan Desa Krandegan yang termasuk dalam
wilayah Kabupaten Banjarnegara. Desa Tunggoro cenderung lebih dekat dengan
wilayah Desa Sawangan yang termasuk dalam Kabupaten Wonosobo dari pada Desa Krandegan.
Pembatas wilayahnya hanya berupa pemukiman warga.
Faktor geografis dan faktor sosial tersebut
mempengaruhi penggunaan bahasa masyarakat Desa Tunggoro. Tercampurnya dialek
masyarakat Desa Tunggoro justru menghasilkan bahasa baru yang sangat kontras
baik dari bahasa dialek Banjarnegara dan dialek Wonosobo. Kosa kata yang
dihasilkan tersebut sulit dijelaskan apakah mengambil dari dialek Banjarnegara
atau dialek Wonosobo karena cenderung unik.
Berdasarkan fenomena tersebut peneliti tertarik untuk meneliti bahasa yang digunakan masyarakat Desa Tunggoro. Penelitian ini meneliti kosakata yang kontras dengan dialek Banjarnegara. Hal ini dilakukan dengan cara mencari perbedaan kosakata yang dituturkan dengan dialek Banjarnegara. Perbedaan yang dicari disini adalah berupa perbedaan fonologi.
B. Rumusan
Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: “Bagaimanakah perbedaan fonetis dan semantis kosakata di daerah perbatasan Desa Tunggoro antara kabupaten Banjarnegara dan kabupaten Wonosobo?”
C. Tujuan
Penelitian
Berdasarkan rumusah masalah tersebut, penelitian ini bertuan mendiskripsikan perbedaan fonetis dan semantis kosakata di daerah perbatasan Desa Tunggoro anaatar kebupaten Banjarnegara dan kabupaten Wonosobo berdasarkan kajian linguistic kontrastif.
D. Manfaat
Penelitian
1. Manfaat
Teoritis
a. Penelitian
ini memberikan acuan tambahan dalam meningkatkan analisis linguistik
kontrastif suatu bahasa dengan faktor geografis dan sosial.
b. Penelitian
ini memberikan gambaran akan perbedaan fonologi di daerah perbatasan Kabupaten Banjarnegara.
c. Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan sumbangan baik linguistik kontrastif yakni sebagai usaha untuk melestarikan keberadaan bahasa daerah.
2. Manfaat
Praktis
a. Bagi
masyarakat, penelitian ini bermanfaat untuk dapat membedakan dan menggunakan
kosakata-kosakata bahasa Banjarnegara atau Bahasa Wonosobo apabila berbaur dengan kedua pemakai bahasa di
tempat asal.
b.
Penelitian
ini dapat dijadikan untuk penelitian selanjutnya.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Landasan Teori
Menurut
Ratna (2013: 51) bahasa adalah sistem tanda yang arbitrer dan konvensional.
Bahasa, baik lisan maupun tulisan dianggap sebagai saran terpenting untuk
berkomunikasi. Secara hakiki bahasa bersifat metaforis sebab tidak mampu
melukiskan hal-hal secara langsung. Fungsi bahasa yang utama adalah untuk
berkomunikasi. Komunikasi dilakukan oleh manusia yang merupakan makhluk sosial.
Manusia sebagai makhluk sosial selalu dituntut untuk berinteraksi dengan
manusia yang lain. Manusia merupakan mahkluk yang diciptakan untuk hidup
berhubungan dengan orang lain. Proses interaksi tersebut membutuhkan alat bantu
untuk berhubungan dengan individu yang lain. Tidak ada masyarakat tanpa bahasa,
dan tidak ada pula bahasa tanpa masyarakat (Soeparno, 2002:5).
Dalam mendeskripsikan banyak bahasa di dunia diperlukan sebuah unit yang disebut kata. Akan tetapi bagi sebagian pengertian bahasa dibatasi secara fonologis, sedangkan bagi bahasa yang lain dilandasi secara morfologis. Kata merupakan suatu unit dalam bahasa yang memiliki stabilitas dan mobilitas posisional, yang berarti memiliki komposisi tertentu (entah fonologis entah morfologis) dan secara relatif memiliki distribusi yang bebas (Keraf, 1994: 21). Dalam penelitian ini, akan dibicarakan dari segi fonologi. Menurut Chaer (2013:1), secara etimologi kata fonologi berasal dari gabungan kata fon yang berarti ‘bunyi’ dan logi yang berarti ‘ilmu’. Sebagai sebuah ilmu, fonologi lazim diartikan sebagai bagian dari kajian linguistik yang mempelajari, membahas, membicarakan, dan menganalisis bunyi-bunyi bahasa yang diproduksi oleh alat-alat ucap manusia.
Linguistik
kontrastif atau Contrastive Linguistics
adalah ilmu bahasa yang meneliti perbedaan-perbedaan,
ketidaksamaan-ketidaksamaan yang terdapat pada dua bahasa atau lebih. Secara
sepintas lalu mungkin dapat kita samakan dengan comparative linguitics atau linguistik
komparatif. Memang terdapat persamaan dan juga perbedaan antara linguistis komparatif dan linguistif kontrastif.